Selasa, 05 Februari 2019

Setahun Kemudian,Ternyata Aku Masih Hidup

Saat kembali membuka situs ini, saya baru sadar kalau buat beberapa daftar draft buku bacaan yang belum selesai ditulis. Alasannya karena belum menemukan lagi opini penunjang, tiba-tiba lupa apa isi bukunya, dan sisanya adalah kemalasan.

Saat kembali lagi ke bagian dashboard, terlihat juga woro-woro dari Google, kalau mereka akan resmi menutup Google+ pada April mendatang. Karena nggak pernah intens pakai media sosial tersebut, saya merasa tidakrugi dan tidak kehilangan apa-apa.

Hampir setahun nggak menulis apapun di platform ini, terasa sekali kalau kebiasaan membaca ikut menurun. Nggak ada lagi yang memaksa untuk menghabiskan buku, bahkan yang menyebalkan dan membosankan sekalipun, supaya saya bisa sok pintar dan intelek membahasnya di sini.

Tiap selesai membaca buku, yang saya lakukan hanya bilang, "bagus atau jelek" saja tanpa ada renungan dan refleksi lanjutan setelahnya. Baca buku jadi sekedar tameng kalau saya takut menghadapi manusia. Dan anehnya, akhir-akhir ini saya lebih senang menghadapi manusia daripada buku. Di kesempatan lain, saya lebih sering meninggalkan buku yang dibaca dan asyik mainan instagram. Saya pun nggak mau bilang kalau itu jelek sih, toh pas mainan instagram saya bisa dapat uang tambahan.

Selain itu, saya juga keasyikan main sama kucing-kucing aktif nan sotoy. Kucing yang Mama ambil dari jalanan, melahirkan tiga anak kembar yang saya beri nama Tojo,Musso,dan Adolf. Umur mereka udah 4 bulan sekarang dan kebiasaannya adalah tidur di ketek, menerkam tangan kalau saya sedang ngetik seperti ini, dan ngikutin saya pergi sampai jalan raya. Serius deh, mainan sama kucing lebih asyik daripada baca buku.

Hem, setahun gak menulis di platform ini, banyak juga yang udah berubah. Contohnya ya, saya sudah pindah tempat kerja dan mampu masuk jadi salah satu keluarga besar perusahaan yang sejak dulu diimpikan. Ternyata memang gak seindah yang dibayangkan, walau privilesenya enak, dapat diskon 20% tiap beli buku di tiap toko besarnya.

Dari pekerjaan ini pula, saya berjejaring dan berelasi baik secara langsung dengan pakar dan pemimpin perusahaan. Mulai dari bertukar kabar masuk angin, mati listrik, sampai bicara proyeksi rupiah di kuartal IV 2019. Saya pun pernah dimaki karena kebodohan, yah memang yang namanya watak asli susah hilang.

Di samping itu, saya merasa lebih telaten merawat kesehatan diri, gak hanya dari apa yang dimakan tapi juga terima. Sekarang saya punya dokter yang tiap sebulan atau dua bulan sekali didatangi untuk konsultasi. Di kesempatan tertentu, saya bisa main ke apartemennya untuk ngobrol.

Yang saya pelajari dari 2018 yang cukup keras, adalah nggak apa-apa banget memberi waktu lebih lama untuk mengumpulkan satu persatu kepercayaan diri yang saya pikir sempat menghilang entah kemana. Mengakui dan meng-embrace apa yang dirasakan pun adalah salah satu cara mengenali diri sendiri. Sebenarnya ini juga proses eksistensial yang akan terus berjalan sepanjang kita hidup. Seberapa baik kita mengenal diri kita? Bagaimana relasi kita dengan sekitar kita? Nganu-nganu lah.

Dari sana, saya pun gak punya lagi ambisi apapun selain jadi orang yang rendah hati, tahu diri, respecting perasaan orang lain, dan mendengarkan lebih banyak daripada bicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar