Senin, 11 Januari 2016

Gaul dan Kurang Digauli

Saya selalu senyum sendiri kalau dibilang nggak gaul. Saya cuma punya beberapa pasang baju yang dibeli dari toko baju bekas pula. Sepatu hanya dua, dan diganti jika yang lain sedang dicuci. Begitu pula dengan jeans. Saya juga baru menyadari bahwa 65% warna pakaian yang saya punya di lemari berwarna hitam, karena saya pikir hitam akan selalu cocok dalam keadaan apapaun. Tak lekang oleh waktu, begitu saya pikir. 

Tapi, ternyata saya tetaplah dibilang ketinggalan jaman, hahaha. Jangan salah, saya pemerhati fashion sejak saya SMP dulu. Saya langganan majalah yang hits pada waktu itu seperti Gadis, dan Kawanku (Bobo juga masih, tapi nggak ada pembahasan tentang fashion di sana). Ketika sudah memasuki dunia kuliah, dan melihat-lihat koleksi majalah itu, saya bergidik. "nggak nyangka, dulu pernah tertarik gini-ginian."

Kembali lagi dengan istilah gaul, memangnya gaul itu apa, sih? Menurut KBBI, kata gaul adalah kata kerja yang merujuk pada kegiatan berteman atau bersahabat. Nah, lho, kok nggak ada hubungannya sama yang sudah dipaparkan? Makna kata gaul sendiri ternyata bergeser kepada penyebutan keren. Gaul ternyata berubah menjadi istilah untuk menunjukan suatu gaya hidup atau budaya. Padahal makna kata kerjanya merujuk pada aktivitas sosial berteman dan bersahabat. Mungkin dari sana lahirnya pengertian bahwa, orang gaul temannya banyak.

Kita lanjutkan gaul dalam konteks pengertian gaya hidup, yuk. Agar kamu dapat teman banyak dan diterima dalam pergaulan, maka harus ada kesamaan gaya hidup, atau kesamaan sistem yang dianut. Itu basic rule dalam langkah awal menjalin pertemanan. Kenapa sih, saya dianggap nggak gaul? anggapan itu tidak datang dari jumlah teman yang saya punya, tapi memang menyiratkan gaya berpakaian dalam keseharian saya. Juga, pernyataan itu datang dari kurang update-nya saya dengan trend masa kini, seperti musik, film, kosmetik, fashion, dan lain-lain. Saya hanya tahu, tapi tidak mengikuti konsumsi itu. Kenapa? karena saya tidak suka. Kalau boleh jujur, bahkan saya berhenti untuk mengkonsumsi segala hal yang dikatakan sedang menjadi trend. Biarlah menjadi pengetahuan semata, tetapi saya tidak akan mau didikte dan memperkaya pihak-pihak yang diuntungkan dari suatu trend itu (pastinya korporat yang punya andil besar). Segala bentuk pembicaraan yang sedang trend di media sosial sudah dikendalikan oleh pemilik modal, yakni korporat. Media-media besar yang ada di media sosial, merupakan perpanjangan tangan korporat. Sehingga apapun yang disajikan sudah dirancang sedemikaian rupa. Glorifikasi gojek, toko online, lari marathon, olahraga di tempat fitness-nya selebriti, travel ke sana-sini, makanan yang lagi tren, kopi yang lagi tren, dan lain-lain adalah salah satu bentuk bagaimana sosial media menjadi lahan paling potensial untuk menjerat daging-daging konsumtif. Percayalah, ada saja yang rela melakukan apapun, apapun untuk mendapat status gaul dan kekinian, dengan menjadi konsumtif. Apa yang bermanfaat dari pertemanan yang dijalin karena konsumerisme??



Saya kok sedih sendiri, ya. Membayangkan sebuah jalinan pertemanan yang lahir karena hanya seseorang mampu mengkonsumsi barang tertentu? Kalau ternyata untuk menjadi gaul harus seperti itu, saya lebih baik cupu saja seumur hidup. Tidak akan berfaedah berteman dengan cara begitu. Tetapi, setiap orang berhak memilih siapa yang bisa dijadikan temannya. Kamu bisa memilih mana yang gaul untuk jadi temanmu, begitu pula saya. Asal sama-sama menganut suatu kesamaan tertentu.

Daripada membicarakan baju terbaru keluaran merk desainer ternama, saya lebih senang membahas bagaimana proses produksi di belakangnya. Tangan-tangan seperti apa yang menjahit baju sedemikian banyak, dan lain-lain. Seperti di bawah ini contohnya:



Di balik baju-baju indah dan bagaimana fashion bekerja, ada buruh-buruh mati, orang-orang yang depresi, keterbelakangan mental yang melanda suatu daerah, dan lain-lainnya. Atau di bawah sini untuk tahu bagaimana makanan-makanan hits gaul terkini diproduksi.




Jika kamu tidak bisa menghentikan kebiasaan konsumtif itu, at least do yourself a favor to be informed.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar