Minggu, 28 Januari 2018

Menua dengan Spesial

Sejak ulang tahun ke-18, saya berhenti berpikir kalau ulangtahun saya adalah hal yang spesial. Maksudnya, ada yang mengingat atau tidak, ada yang mengucapkan selamat atau tidak, kasih kado atau tidak, itu sama sekali bukan masalah. Eh, tapi tentu saja kalau ada yang mengingat, mengucap selamat, atau bahkan kasih kado kepada saya, tentu akan saya terima dengan hati riang dan senang. 

Pemikiran ini juga nggak diaplikasikan ke orang lain. Saya malah semangat mengingat hari ultah orang-orang yang spesial buat saya. Kalau bisa, saya berusaha menyenangkan hati mereka di hari ultahnya, entah itu dengan hadiah, ucapan-ucapan nyes yang sok-sok puitis amis, atau setidaknya membuat yang bersangkutan tertawa bahagia. Intinya saya berusaha membuat orang-orang spesial ini, merasa spesial di hari spesialnya (naon). 

Untuk saya, ucapan ulang tahun dari alm. Ayah saat sweet seventeen adalah ucapan paling spesial dalam hidup, sehingga saya merasa tak perlu lagi dapat pesta peringatan, ucapan, atau bahkan kado dari siapapun di sisa umur yang ada. Saya tak menyangka saja, sejak divonis kanker otak dan mengalami amnesia secara perlahan, hal yang terus bertahan di ingatan Ayah hingga waktu kepergiannya adalah hari kelahiran saya. Tiap tahun, dengan kondisi yang terus menurun, Ayah terus mengucap doa-doa dan harapannya pada saya. Sungguh saya merasa menjadi orang paling spesial di dunia karenanya. 

Menua tahun ini, saya rasa hal spesial barangkali memang tak selalu terletak dalam ucapan, kado-kado, atau pesta peringatan. Jika Ayah terus berusaha mengingat hari kelahiran saya, maka saya akan berusaha 'menjadi'. Kalau bisa bersepakat (atau kompromi) dengan orang lain mudah saja dilakukan, bagaimana bersepakat dengan diri sendiri? Saya pikir, proses 'menjadi' pun berkorelasi dengan kemampuan bersepakat dengan diri sendiri. Benar tidak, ya? Entahlah. 

Ya, intinya ini adalah waktu untuk mewujudkan diri. Untuk menjadi orang yang konsisten tapi terus rendah hati. Seperti Baobab. Seperti bunga Matahari. Seperti hari ini. Jika proses 'menjadi', adalah harus mengakui pula kegiatan menggerutu dalam kamar jauh lebih mengasyikan ketimbang mendatangi kondangan, anggap saja itu bagian dari proses menuju kedewasaan, hehehe. (halasan)

Siap atau tidak, menua tak bisa dihindari. Saya pun mau tak mau harus menghadapinya dengan tetek bengek kekanak-kanakan atau kedewasaan yang mengikutinya. Tak apa, menemukan akar masing-masing memang membutuhkan waktu. Tapi saat ini, saya sendiri cukup merasa spesial untuk berkata jika akar saya mulai merambat dan tertancap kuat. Saya cuma bisa berharap-harap, kalau kematangan pikiran suatu saat akan berjalan dengan kesungguhan perbuatan. 

Dan yah, untuk mengisinya saya akan terus belajar, terus membaca, dan terus menggambar sambil mengupil di sela-selanya. Selamat menua dengan spesial!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar