Kamis, 31 Desember 2015

Tahun Baruan si Cupu

Beberapa jam menuju tahun yang baru, yeay! #NYE #Holiday

Terompet-terompet sudah dibunyikan, rencana-rencana liburan dijalankan, yang masih bekerja akan pulang di hari siang atau masih harus menuntaskan sampai petang. Semuanya demi menyambut tahun yang baru datang.

Dari dulu, saya tidak pernah menemukan rasa girang untuk menyambut tahun baru. Yah, ini memang dasarnya saya adalah orang yang kurang asyik, sih. Hehe. Hanya sesekali saja saya ikut acara pesta pergantian akhir tahun, dan aktivitasnya akan selalu sama di mana pun acara itu berada (Barbeque--menonton film--bermain petasan/kembang api--mengobrol). Ya, kurang lebih seperti itu, intinya begadang menanti tahun baru. 

Terlepas dari hal itu, ada satu hal yang pasti selalu saya lakukan. Dan mungkin, beberapa orang juga melakukan hal ini, yaitu berkontemplasi. Bukannya bersikap sok deep, thoughtfull, and all, kebiasaan ini sudah dilakukan sejak SD dan berjalan hingga SMA. Membuat beberapa list dalam beberapa kategori versi saya sendiri, seperti kategori pengalaman terbaik, orang yang menyebalkan, prestasi terbaik, tokoh terbaik, dan lain-lain. Dari sana saya bisa mengeker kehidupan selama setahun saya dalam versi cepat. Saya bisa kembali mengingat kejadian-kejadian penting untuk saya dalam setahun terakhir, dan menjadikannya pembelajaran. Saya melakukan hal tersebut karena terinspirasi oleh Ustadz AA Gym, yang dalam salah satu ceramahnya bercerita bahwa beliau mempunyai catatan pribadi seperti itu. Dan saya membuatnya dengan versi saya, hehe. 

Beranjak tua, saya tidak membuat catatan dengan gaya seperti itu lagi. Tidak ada lagi kategor-kategori tertentu untuk jadi pemenang versi saya. Mungkin sedikit banyak, hal itu berimbas kepada semakin minimnya produktifitas. Namun yang jelas, tahun 2015 adalah tahun yang sudah saya tebak bagaimana perjalanannya. Tahun yang berat, kalau boleh saya katakan. Menghadapi skripsi, berjibaku dengan diri sendiri, membanting tulang mendapatkan uang, kembali berhadapan dengan diri sendiri, menyaksikan lagi kematian orang tercinta, bekerja, bersentuhan dengan logika kapitalisme, hingga bertahan untuk tidak tergerus oleh zaman yang dangkal ini. Ah, saya pun. 

Saya ingat mengawali tahun 2015 dengan kesunyian dari Kota Jember. Tidak ada perayaan heboh (keluarga saya di Jember sangat strict dengan aktivitas non-islami seperti itu). Saya pun hanya menghabiskan malam dengan membaca Baudrillard, berdampingan dengan nenek saya, yang sekarang sudah tiada. Saya habiskan awal tahun dengan memanjat pohon dan mengunjungi Alm. Ayah di makamnya. 

Di pertengahan 2015, hidup saya terkuras pada proses pembuatan skripsi. Jika diperbolehkan, ingin sekali rasanya saya memperbaiki banyak hal, bahkan mengulang sidang. Karena materi skripsi tidak didiskusikan dan dipersiapkan dengan matang. Saya terburu-buru dengan deadline dan hambatan mental sedang sering sekali datang di pertengahan tahun ini. Sekali lagi, ngomong apa kamu, Badrun?
Wisuda di bulan Agustus 2015
Menghadapi wisuda, saya juga dihadapkan dengan kewajiban untuk mencari kerja. Karena biaya untuk wisuda bagi saya cukup besar, dan beasiswa saya tidak cukup untuk menutupi semuanya. Jadilah, di bulan Ramadhan saya bekerja di perusahaan start-up retail yang mendengungkan diri mereka sebagai The First Islamic Shopping Center. Bekerja di sana, membuka mata saya bahwa Islamisasi memang sedang menggelombang di Indonesia. Sebagai dampak dari runtuhnya Orba dan kenaikan GDP sebesar 10%, kalangan menengah mencoba untuk mengikuti trend jaman tanpa meninggalkan akidah agama mereka. Jadilah kaum hijabers bertebaran di mana-mana. Konsep hijab gaul yang memang sedang in adalah contoh paling nyata dimana konsumerisme dan kapitalisme menggerogoti gaya hidup kaum muda muslimah berjilbab. Dian Pelangi yang didaulat sebagai fashionista paling berpengaruh (doi sejajar sama G-Dragon, fyi) versi Business of Fashion 2015 (#BOF500) merupakan gong-nya menurut saya. Yah, sebagaimana industri fashion yang memang lekat logika kapitalisme dengan menjual kesementaraan gaya dan desain, masuknya mbak Dian sebenarnya bisa ditebak dan gak aneh, toh. Dia yang mempopulerkan gaya tersebut di Indonesia, sehingga yang lain mengikuti jejaknya. Saya juga nggak akan kaget jika di masa depan nanti, merk-merk fashion yang sudah mendunia, akan menyediakan ruang dan kategori khusus untuk jenis busana muslimah ini, karena dahsyatnya dampak islamisasi.

Bersama rekan di HijUp.com
Keadaan commuter line ke Pasar Minggu
Menikmati hidup dua bulan tanpa pekerjaan adalah waktu-waktu yang dirindukan. Saya bisa keluar jam 2 pagi mengelilingi Kota dan melihat kehidupan manusia di waktu subuh. Memperhatikan manusia yang masih bekerja, terjaga di sisi-sisi pencakar langit Sudirman dan Thamrin. Mengunjungi Taman Menteng dan masih ada si menengah yang membawa jalan-jalan anjingnya di malam larut. Melukis pohon di samping gerobak sate ayam, lalu berakhir dengan flu dan badan meriang. Ah, betapa rindu menjadi manusia seperti itu.


Menteng, persis di depan Taman Menteng
Museum Fatahilah pada pukul 02.00 pagi




Sekarang saya sudah berada di tangan perusahaan startup lain yang sedang dalam proses berubah menjadi industri korporat sejati. Pola pergerakan e-commerce memang hampir serupa. Mereka membuat banyak data dan pengguna untuk menarik investor. Jika investor datang, punggawa terdahulu akan keluar (karena memang itu bisnis coba-coba nak baru lulus kuliah/ ideologi bersebrangan dengan penginvestor/ hendak menciptakan bisnis baru yang jauh lebih stabil), dan pasti akan selalu berbasis pada monetization. Hal lain yang saya pelajari adalah, sebenarnya akan jauh lebih baik (mungkin) jika ada badan yang secara khusus memperhatikan pertumbuhan perusahaan baru berbasis online ini. Amerika punya Silicon Valley untuk mendukung pertumbuhan sejenis, website seperti Facebook, Twitter, Lazada (Wazada), dan lain-lain, adalah contohnya. Mereka bisa berkembang karena dapat investor yang membiayai perusahaan online mereka, contoh perusahaan investor loyal terbesar adalah Rocket Internet, Schibsteb, Napsters, yang membiayai Lazada dan uhuk, OLX. Jika di Indonesia ada tubuh semacam Silicon Valley, para pengusaha muda kita tidak perlu harus mengorbankan sustanaibility demi mengejar investor dari tanah suci Silicon Valley. Andai dibangun badan yang khusus mengatur sistem pertumbuhan perusahaan online semacam itu untuk mewadahi proses produktifitas yang coba dibuat, jadi kita tidak hanya mengambil peran sebagai konsumen saja. Tidak ada hal yang salah dengan monetization, justru itu adalah tujuan tiap pengusaha mendirikan usahanya, mendapatkan uang, toh. Tetapi, bagaimana jika proses itu diselaeaskan dengan kesadaran sosial pula? Jadi, semua inovasi yang telah diciptakan tidak hanya dirasakan oleh segelintir masyarakat tertentu, tetapi bisa merata. Dan yang paling penting adalah, walaupun memang tujuannyauntuk mendapatkan keuntungan, bukan berarti hanya selalu harus profit dan keuntungan yang hanya dipikirkan. Sayang sekali, saya lugu bahwa memang sistem kerja ekonomi kapitalisme memang seperti itu.

Ah, siapa pun bisa mimpi, bahkan yang paling ndak logis dan dungu sekalipun. Maafkan.

 Adib Hidayat 
Suasana di kantor baru
Well, paling tidak sudah ada seorang manusia mempu menahan dirinya untuk bersama saya. Setidaknya, itu membuat hal yang lain terasa lebih baik. Saya senang. Masih banyak hal yang harus dipelajari, dibaca, ditulis, lalu dibagikan. Hal yang harus diperbaiki juga masih pula banyak, terutama masalah berkomunikasi dengan beberapa handai taulan. Apapun itu, semoga dengan peluh yang dijatuhkan karena bekerja untuk diri sendiri maupun yang tercinta, tidak akan membuat kita ditinggal kesepian di hari tua. Amin

Selamat Tahun Baru 2016. Yasudah, yuk lanjutkan kembali hidup kalian. 








Jumat, 27 November 2015

"Kita Semua Buruh!" Membicarakan Buruh Setelah Gajian Pertama Kali

Saya gak akan membahas teori a, b, c mengenai ekonomi. Apalagi membahas mengenai beberapa prediksi mengenai ketahan perekonomian NKRI terkait peraturan perundangan PP no 78 mengenai buruh. Fokus saya di sini ingin memberi alteratif pandangan lain mengenai demo buruh yang terjadi pada tanggal 24-27 November 2015. 



Bisa jadi, pandangan saya ini juga bersinggungan dengan pengalaman bahwa saya dan dua adik kembar saya bekerja sebagai buruh. Saya hanya tidak habis pikir dengan sekelompok manusia yang memaki dan mengecilkan usaha buruh melalui demo dan perjuangan selama tiga hari ini. Bahkan lucu dan bodohnya, saya menemukan sesama buruh menyinyir perjuangan teman-temannya untuk turun ke jalan. Apakah mereka tidak tahu mereka itu juga buruh? Tapi sebenarnya, apa sih pengertian buruh itu?

Menurut wikipedia, buruh adalah tenaga kerja, karyawan atau pekerja berupa manusia yang mengguakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan, baik berupa uang maupun bentuk lainnya dari pemberi kerja, pengusaha, atau pun majikan. 

Intinya adalah, selama Anda tidak memiliki dan menguasai alat produksi sendiri, dan menerima upah dari tenaga yang dikeluarkan, maka Anda adalah buruh. Anda yang bekerja di perusahaan mulitansional dan gedung-gedung pencakar langit Jakarta, jika Anda demikian, maka Anda juga buruh. Anda hanya memakai baju berkerah, berkancing, bergincu, dan berpantofel saja. Kita semua buruh.

Aksi buruh dari tanggal 24-27 November kemarin adalah untuk menuntut dicabutnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Peraturan tersebut dinilai tidak adil, karena perwakilan buruh tidak dihadirkan dalam pembahasan tersebut. Yang terlibat hanya perwakilan dari pengusaha dan pemerintah (biasanya yang hadir adalah bupati atau walikota), sedangkan perwakilan dari buruh tidak dihadirkan sama sekali. Peraturan ini juga mengancam UMR yang selama ini sudah  berlaku di beberapa kota, bahkan ada kemungkinan untuk turun. UMR akan dipukul rata senilai Rp. 2.050.000,-.

Tentu saja hal tersebut bermasalah, karena kebutuhan dasar di tiap daerah akan berbeda nominalnya. Kenapa UMR sebesar (kira-kira) Rp. 2.000.000-an di daerah Surabaya sudah cukup karena memang nilai itu sudah cukup untuk kebutuhan di Surabaya, dan tentunya akan berbeda di kota lain. Ini penjelasan lebih lanjut mengenai demo buruh 24-27 November

Selebih itu, kita harus malu karena tanpa harus berpanas-panasan di jalan dan berdemo, kita sudah bisa menikmati perjuangan mereka. Kebijakan seperti UMR, fasilitas kantor, cuti, cuti hamil, cuti haid, 8 jam kerja, THR, dan hari libur nasional bisa didapatkan karena usaha mereka turun ke jalanan. Hal-hal yang kamu nikmati berkat perjuangan teman buruh yang lain

Masihkah kamu merasa tidak mau disamakan oleh buruh? 

Adalah hal yang sangat menyedihkan bila kamu tidak peduli dengan perjuangan mereka, terlebih lagi jika kamu malah menyindir karena macet yang harus kamu lalui. Kamu harus ingat bahwa ketika kamu menyinyir mereka dari dalam kantor tinggi yang nyaman, kamu turut menikmati pula perjuangan mereka. 


B

Kamis, 05 November 2015

Marketing, Sayang Anak, dan Biskuit Basi

Sejak beberapa hari lalu, saya harus mulai mengubah kebiasaan untuk bangun pagi. Bersiap-siap, lalu pergi berdesakan di bawah naungan ketek para buruh perusahaan di kopaja atau kereta. Menghabiskan waktu lima jam di perjalanan membuat saya sering berpikir tentang kesia-siaan. Dalam lima jam, saya bisa membuat setidaknya satu lukisan jadi secara utuh, membaca beberapa ratus halaman, atau setidaknya menghapal lirik lagu-lagu Big Bang yang baru-itu tidur. Tapi yang terjadi hanya berdiri terpekur melihat kemacetan berkilo-kilo meter dan curi-curi pandang obrolan orang lain di aplikasi messanger-nya. Ya, saya se-creepy itu.

Menghadapi pekerjaan baru ada keasyikan tersendiri. Saya suka dengan apa yang dikerjakan. Namun, di sisi lain, saya menyadari satu hal. Suka menulis dan membuat tulisan menarik adalah dua hal yang sangat berbeza. Tapi kali ini, saya mau membahas ranah marketing yang saya hadapi, bukan soal saya becus nulis atau enggak, tapi analisa ompong tentang konsumerime. Jadi, tolong dipisahkan saja, ehem. 

Di marketing, suka atau enggak, kita harus mengajak orang lain untuk menjadi konsumtif. Jaya Suprana pernah mengatakan bahwa ilmu marketing mengembangkan pengertian konsumen menjadi pembeli produk, jika orang tersebut berkali-kali menggunakan atau mengkonsumsi produk atau jasa tertentu, berarti dia adalah pelanggan (customer). Jadi dalam marketing, ada pembeli, pelanggan, dan penjual.

Menariknya lagi, selain tiga kategori di atas, ada lagi istilah, yang disebut oleh Jaya Suprana dengan konsum-teroris. Konsum-teroris ini adalah golongan homo-economicus yang belum tentu seorang, pembeli, pelanggan, atau penjual. Tapi, sosok informal-nya sangat sangat vital. Konsum-teror ini bergerak secara gerilya dalam sepak terjang konsumtif. Golongan ini dipegang oleh kaum yang sering dianggap sepele, yaitu anak-anak! Kita bisa lihat berbagai iklan dari produk atau jasa tertentu yan memakai anak-anak di dalamnya. Dari otomotif, sandang, pangan, papan, obat-obatan, kosmetik, sampai iklan pariwisata pasti ada anak-anak.


Iklan mobil Evalia (credit to:www.nissanbarupromo.com)

Konsep iklan yang bagus memang harus menyentuh target secara emosional, lalu direlasikan secara paksa oleh logika. Dalam strategi pemasaran, rasa bersalah merupakan konsep ampuh untuk membidik sasaran pembeli maupun calon pelanggan. Kembali lagi ke iklan, jika kita lihat iklan mobil terbaru, pasti kita mendapati ada anak-anak di sana. Anak-anak tertawa riang, tidur pulas, atau bercanda gurau di dalam mobil yang lapang dan nyaman. Mobil atau otomotif yang sudah jelas sasaran pembelinya bukan anak-anak, malah semarak membuat iklan seperti itu. Iklan itu dibuat apalagi kalau bukan untuk berkata, "Ayo, beli mobil ini untuk anak-anak Anda!", dan pada akhirnya, pemasar akan menteror nurani konsumtif orang tua dan melahirkan rasa 'bersalah'. Rasa 'bersalah' inilah mengahdirkan rasa dosa orangtua jika mereka tidak berhasil mengabulkan permintaan apapun dari anak-anaknya. Hal ini tidak hanya terjadi pada produk otomotif, tapi juga produk atau jasa lain.

Ini juga adalah buah analisis yang sangat disederhanakan. Maaf ya, memang tujuan saya dari awal adalah berbagi ide saja hehe. Tapi, dengan mudahnya orangtua mengabulkan permintaan anak-anaknya yang tidak relevan atau bahkan tidak perlu, akan melahirkan pula generasi konsumtif liar. Pengaruh anak-anak ini sangat kompleks, karena perilaku orangtua secara tidak langsung juga melanggengkan konsum-teror. Ya, memang, sih, perilaku konsumtif itu adalah bagian hakiki dari mekanisme pasar. Jika tidak ada perilaku konsumtif, semua perilaku produktif akan bertepuk sebelah tangan. Tidak akan ada produsen yang mampu bertahan tanpa adanya konsumen.Tapi, segala hal yang berlebihan juga tidak baik. Sikap konsumtif berlebihan, ngawur, enggak sadar realita akan kebutuhan dan manfaat produk, akan menjadi ancaman bagi kesejahteraan individu atau masyarakat.

Yang saya amati dari pengalaman cetek ini, perilaku konsumtif adalah perilaku sosial. Perilaku sosial adalah tanggung jawab dari budi pekerti. Anak-anak harus dididik dan dibina untuk berperilaku konsumtif secara terkendali secara mental, yakni sadar atas kebutuhan secara tepat! Tidak cuma anak-anak, kita juga harus mulai mampu melepaskan diri dari belenggu perilaku sok-gengsi. Sok-gengsi itu pupuk penyubur perilaku konsumtif !!!

Begitulah sekelumit analisis saya mengenai pembudidayaan sikap konsumtif. Jika tepat lahan, pupuk, dan musimnya, niscaya, pribadi kritis, selektif, waspada, dan bijaksana akan berkembang. Sekian, saya harus keluar membeli diapet sebelum warung tutup  segera tidur. 






Jumat, 09 Oktober 2015

Dead Souls- Nikolai Gogol

"The current generation now sees everything clearly, it marvels at the errors, it laughs at the folly of its ancestors, not seeing that this chronicle is all over scored by divine fire, that every letter of it cries out, that from everywhere the piercing finger is pointed at it, at this current generation; but the current generation laughs and presumptuously begins a series of new errors, at which their descendants will also laugh afterwards."

Novel ini merupakan salah satu maha karya dari Nikolai Gogol, penulis Rusia yang hidup pada masa keemasan literatur Rusia tahun 1800-an. Pada karya yang berjudul dead souls atau jiwa-jiwa mati, Gogol membawa cerita tentang keadaan petani-petani Rusia pada masa kekaisaran melalui perjalanan sang tokoh utama bernama Pavel Ivanovich Chicikov. Chicikov merupakan anggota Dewa Kolegial sekaligus tuan tanah di sebuah kota di Rusia. Ia melakukan perjalanan panjang menggunakan kereta kuda bersama dengan kusir setianya bernama Selifan melintasi kota-kota kecil di daerah terpencil Rusia. Perjalanan yang dilakukannya bertujuan untuk mencari pemilik tanah atau pejabat kota setempat, untuk 'membeli' pelayan yang sudah meninggal. Hal tersebut dilakukan Chicikov agar ia mendapat status kaya karena memiliki banyak pelayan lewat bukti dokumen-dokumen pembelian pelayan.

Pada tahun 1861, sebelum masa reformasi di Rusia, pelayan-pelayan atau para petani yang tidak memiliki tanahnya sendiri (petani penggarap) dapat dipejualbelikan dan digadaikan oleh tuannya. Seorang tuan tanah juga wajib membayar pajak pelayan-pelayannya. Ketika sensus kepemilikan pelayan tidak benar-benar dijalankan secara efisien dan konsisten oleh pemerintah, pelayan yang sudah meninggal terkadang masih tercatat hidup sehingga pemilik tanah masih harus menanggung pajak mereka. Protes yang hadir karena ketidaktelitian pejabat pemerintah tersebut, hanya akan membawa para tuan tanah terbelit birokrasi Rusia yang bertele-tele, yang memakan biaya lebih banyak, sehingga mereka memilih untuk mendiamkan masalah.  Hal ini dimanfaatkan oleh Chicikov sebagai dalih untuk meringkankan beban pajak yang ditanggung oleh sesama tuan tanah untuk menjual pelayan-pelayannya yang telah meninggal kepadanya. Satu pelayan atau petani, dihargai dengan satuan jiwa.

Perjalanan Chicikov telah membuatnya banyak bertemu dengan beragam tuan tanah dari beragam jenis kekayaan dan karakter yang dimilikinya. Dari mulai janda kaya yang neurotik, hingga pemuda naif yang hopelessly romantic, mendambakan cinta sejati dari anak gadis jendral di kotanya. Selalu ada masalah pribadi dimana Chicikov turut ikut campur untuk menyelesaikan masalah agar negosiasi jual beli lancar dan ia mendapatkan kepercayaan penuh dari targetnya. Konflik mulai terbentuk dalam hidup Chicikov ketika perbuatan ilegalnya tercium oleh kepolisian Rusia. Ia menjadi target buron sehingga tak pernah lama menetap di suatu daerah. Hingga akhirnya, ia ditangkap dan berhadapan dengan sang pangeran. Sangat mengejutkan untuk segala pihak, baik pembaca ataupun Chicikov sendiri, karena ia dibebaskan walaupun sudah terbukti melakukan korupsi dan penipuan.

Menarik sekali jika melihat bagaimana cara Gogol menggambarkan sosok Chicikov sebagai pemeran utama yang sangat serakah dan egois ini! Karena kita akan mengikuti setiap pemikirannya yang cerdik dan licik, namun tingkah lakunya jenaka dan penuh dengan sopan santun layaknya kerabat raja. Kita akan melihat bentuk paradoks yang awalnya dapat dibedakan semudah melihat warna hitam dan putih. Namun, ketika menghabiskan waktu bersama Chicikov, kita akan tersadar bahwa orang-orang serakah terbungkus dalam berbagai ragam kulit dan kosmetik; yang terpancar dari tutur kata, bahasa tubuh, serta status yang digenggamnya, dapat dengan mudah membuat kita terlena melupakan kejahatan yang dilakukannya hanya karena tawa, iba, atau rasa simpatik yang berhasil dihadirkannya lewat pemaparan romantis tentang pengalaman hidup. Kita jelas tahu apa yang dilakukan oleh Chicikov adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan secara moral dan hukum, namun karena tarikan emosional yang dihadirkan, akhirnya melemahkan penilaian logis kita terhadap sang tokoh utama. Sekali lagi, Nikolai Gogol sangatlah jenius.

Karya Nikolai Gogol hampir selalu diwarnai dengan humor satir. Pada karyanya ini, Nikolai seakan menyindir bagaimana aparatur pemerintahan Kerajaan Rusia bekerja, dan bagaimana kondisi kesejahteraan masyarakat miskin pada masa itu. Para petani penggarap dan pelayan yang masuk dalam kategori masyarakat miskin hidup jauh dari kata cukup untuk hidup layak. Penggambaran itu terdapat dalam candaan yang kerap dilontarkan ketika menjelaskan keadaan petani dan pelayannya yang meninggal karena sakit, usia yang tua, dan cuaca ekstrim. Pembelian 'jiwa-jiwa' yang sudah mati itu tertera atas rentetan nama-nama belaka, seperti Peter Savelyev si Kurang Ajar atau Ivan si Roda.

Karya-karya Nikolai Gogol sangat cocok untuk dijadikan alternatif bacaan, bagi yang ingin menikmati nuansa humor dari situasi yang memilukan. Kamu mungkin saja tertawa kecil, lalu detik berikutnya akan merasa bersalah, lalu tertawa lebih keras lagi setelahnya. Sureal.



Jumat, 02 Oktober 2015

100 Truths

I copied these questions from my good friend's wordpress account named Larung dan Gula Gula Kapas. I want to give it a try as well, so here goes:

1. Last Beverages: Mineral Water
2. Last phone call: HAS
3. Last text message: My sister, RDY, told about how been bussy she is, that she hasnt had the time to visit our sick uncle
4. Last song you heard: Rihanna-bitch better have my money
5. Last time you cried: about 3 months ago

HAVE YOU EVER
6.Got back with someone with someone you've broken up with: No and wont. Waste of time, just even making more exhausted emotionally
7: Been cheated on: Nope
8. Kissed someone and regretted it: Have kissed my dad, mom, and sisters. Can they be counted? If so, Not at all
9. Been drunk and threw up: No, God forbid :p

LIST THREE FAVORITE COLORS:
12 yELLOW
13.Black
14. Light Blue

THIS YEAR HAVE YOU (2015)
15. Made a new friend: Yes! a couple of weeks ago.
16. Fallen out love: I have (insert awkward smile emoji)
17. Laughed until you cried: Man, I forget when the last time I was in total hilarity. Next..
18. Met someone who changed you: I have :)
19. Found out who your true friends were: I never use the term 'best' for friends since I am not good of keeping up a good relation. But, I have this good friend since stepping my feet for the very first time in UI
20. Found out someone was talking about you: I am not sure people will spend their fruitful time just to fuss this weakling
21. Kissed anyone on Facebook friend's list: I have kissed my sisters, they are on my FB friend's list
22. How many people on you friends list do you know in real life: Haha, I even get my fingers more to count
23. How many kids do you want: Like our government propagandizes, pals. Two kids are better!
24. Do you have any pets: Yes, a bunny named chomsky
25.Do you want to change you name: Yes, I want to have my 'Amaria' hehe
26. What did you do for your last birthday: Holding and kissing my family
27. What time did you wake up: Depens on when I went to sleep
28. What were you doing at midnight last night: On phone with HAS until fell asleep
29. Name something you CANNOT wait for: GETTING A JOB
30. Last time you saw your mother: 2 weeks ago :"(
31. What is one thing you wish you could change about your life: being a consistent person and stop whining
32. Have you ever fired a gun: I wish, someday.
33. Have you ever talked to a person named Tom: I have, he interviewed me on the phone.
34. Who is getting on your nerves now: Not anyone
35: Most visited website: Twitter, Instagram, Blogger
36. What's your real name: Amalia Nur Fitri
37. Your nick name: Amel, Lia
38. Zodiac sign: Aquarius
39. Relationship status: Taken
40: Male or female: Female
41: Primary School: SDN Mekarsari 09
42. Secondary school: SMPN 1 Tambun Selatan
43. High School/college: SMAN 1 Tambun Selatan/Universitas Indonesia
44. Hair color: black
45: Long or short: in between
46. Height: I am pretty short
47. Do you have a crush on someone: I love Tadanobu Asano until it feels hurts
48. What do you like about yourself: good strategist and honest
49. Piercings: Yes, on my ears
50. Tattoos: None
51. Righty or lefty: righty

FIRST
52. First surgery: never had any
53. First piercing: when I was a baby to get ear piercing
54. First best friend: Ugh, this kinda question tho, well its Kiar
55. First sport you joined: It was badminton
56. First vacation: Dufan
57. First pair of trainers: Never

RIGHT NOW
59. Eating: Nothing
60. Drinking: Mineral water
61. I am about to: Finishing these quiz
62. Listening to: none
63. Waiting for: A dude to send the photoshoot from yesterday's work

YOUR FUTURE
64. Want kids: Yes
65. Get married: I will someday, but not in five or even eight years later
66. Career: An owner of my own art design bag project
67. Lips or eyes: Eyes
68. Hugs or kisses: a warm delicate hugs
69. Short or taller: Taller
70. Older or younger: both are fine for me
71. Romantics or spontaneous: spontaneous act often count as romantic treats (insert shy emoji here)
72. Nice stomach or nice arms: BEAUTIFUL NICE ARMS IS THE ANSWER OF OUR NATION'S DEPRESSED ECONOMY SITUATION
73. Sensitive or loud: Both are....well, sensitive it is
74. Hook up/relationship: what kind of question it is, fear Allah dude!

HAVE YOU EVER
76. Kissed a stranger: Can you, buddy?
77. Drank hard liquor: never
78. Lost g;asses/contacs: Never, I dont wear any of them
79. Sex in first date: I could never forget the sexiness of Sate Padang
80. Broken someone's heart: I think I have
81: Punched someone: Nope. I am more good at kicking actually
82: Been arrested before: never
83. Turned someone down: Often. Accidentally
84. Cried when someone died: I have, damn hard
85. Fallen out for a friend: Yes, it sucks

DO YOU BELIEVE
86. Yourself: I am trying to
87. God: You cant question it
88. Love at the first sight: Not at all. It called lust rather than love
89. Heaven: Yes
90. Santa Claus: Nope
91. Kiss on the first date: What the hell..
92. Angels: Yup.

ANSWER TRUTHFULLY
94. Had more than 1 girlfriend /boyfriend at a time: Never
95. Did you sing today: Yes, it was Aku Milikmu from Dewa 19
96. Ever cheated on somebody: Nope
97. If you could go back in time, how far would you go: Elementary school
98. Which moment would you choose to relive: High school, maybe?
99. Are you afraid of falling in love: Anxiety is my 'great' friend
100. Are you afraid of posting this as 100 truths: Nope, why should I?

Rabu, 30 September 2015

Valuing G30S PKI in the year of 2015

Back to several years ago, When I was 14, my junior high school held an event on this very special date. The students were walking together with a teacher heading to a place in the noon. At that time, I  had no idea about the event itself, I was busy catching and glimpsing at the boy who attracted me. Arriving to the place, I just got to  know that there are mini theater near my school field. It was pretty old building with many large windows. It was so chill being inside because of the natural wind that howled. After getting a place to sit, I also got to know that we would have a movie called 'Penghianatan G30S PKI' to watched. 

It was so difficult to catch a dialogue since I sat too far from the screen. I just had seen the motion picture instead of listening the dialoge. All that i have recall about that is, bloods everywhere and the 'yikes eewh' respons from the audiences which were students of junior high school. Some of my friends had no interested to follow the movie until the end, but the rest were so serious and seemed like absorbed everything that came out off from the screen. It was a pretty interesting movie, I thought to myself at that time. There is something in that movie that blatantly and brutally wanted to offer. After the event, we were all sent by the teacher who headed us a gist and a message that, Communism and Indonesian Communist Party is really dangerous. He continued that, Communists are murders, they were all atheists that need to be demolished. For us, he really wished that none of us would not take any steps to even know or learn about Communism, because it same as you wanted to betrayed your God or murtad. We were all in deep and depressing silence. 

Years passed, the effect of the propaganda movie called G30S PKI still lingered since the school did the same thing every single year (at that time, I even made a circle that called G30S CMC, standing for our victory on took over a spot on a class). But, it did not long. When I was in senior high school, I was one of three people that in charged on class drama, I made a script and dialogue. The theme was about the effort of Indonesian got freedom over Dutch and Japan. I read a lot of books that relate to the events. I got me sinking too deep of it until I read about G30S PKI, I can not find a logical relation when I asked my teacher why PKI killed the generals, she said it is to replaced Soekarno's position as a president of Indonesia. Wait, so Soekarno just made a Party to demolished himslef??? She just repeated what she said and then left.

The propaganda that New Order regime did had powerful impact to certain generation. My parents are the best example on how Indonesian majority valuing PKI, Communism, General Soeharto, and New Order itself. They taught me that Indonesia has incompetent and unreliable president but Soeharto. 'Indonesia had their best time during his regime' Mom added. The Indonesian majority also agree that the family that accused of being 'communists' needed to be destroyed or even be killed. So, with the propaganda movie called, 'Penghianatan G30S PKI', people who accused had a relationship with PKI for no apparent or logical person, was OK to be killed and or murdered and or demolished, in order they are not treating Indonesian and it's military hero. 

The reality is not that it. Oppenheimer on Jakarta Post September 29th wrote that, On Oct 1 1965 six army generals in Jakarta were killed by a group of disaffected junior officers. Soeharto assumed commanding the armed forces, blamed the killings on the leftists (term for Comunists), and set in motion a killing machine. Millions of people associated with the 'leftists' or left leaning organizations were targeted. It made the nation dissolved into terror. Soeharto usurped Soekarno's authority and made him as de facto Presdinet of Indonesia by March 1966. He enjoyed full support from America from the very beginning. We must point it out Soeharto with American support, murdered more that 500,000 people with the hands of Indonesian Army and the civilian squads. The numbers were not including those who were tortured and sent to concentration camps for decades. Within the effect of that propaganda movie, Soekarno had demolished his political enemy under the the term 'communists'. It also include Chinese, rights activists, and union members. 

The current president, Jokowi, ever indicated that he would address 1965 massacre, but he has not made any other steps to end military's impunity. it is our turn, the one who ever had a time to rollback and learned the true history of Indonesia, to educate our beloved ones. Today should be a reminder that we must take a time to stop and respect for the lives that has been brutally destroyed, admitting our roles of destruction, and starting the healing process to begin. 



Senin, 27 April 2015

Mary Jane

   I clearly remember how I cheerfully supported Jokowi last year. Also, how I admired him as a person still lingers until now. I did feel happy and moved about his winning on presidential election for I have told all my beloved ones to choose him. I still hold my reason on why did I choose him, why not the other one? The reason is, therefore, his concern on human rights issue in Indonesia.

  Months passed, his works is being viewed. Nothing much happens on Indonesia in his's. Honestly, I become more and more skeptical seeing Indonesian political matters. More and more depressed whenever read anything that correlates to governmental policies. I always whisper to myself, "where the fuck are you, Jokowi?"  

  The exact same matter occurs also when I see many the use of the death penalty against foreign citizens to fight drug trafficking. Nope, no. I can not just be skeptical, it rushes me to tears. After Bali Nine, this very time, Indonesia is about to execute Mary Jane on 29/04/2015. The execution of Mary Jane once again will not improve or even make our sustainability towards drugs trafficking in Indonesia gets better. Otherwise, it will depict clearly that we are that lazy to do deep research about her case. Mary Jane is not a perpetrator, she is a victim of international narcotic mafia's massive crime.  

   Where are you now, Mr Jokowi? will you listen to us? will you react on rejection of Mary Jane's execution for she is a truly victim of human trafficking, victim of our unfair law system, also international narcotic's mafia's crime? 

   I will not sorry that I no longer have that kind of admiration left just like I had over you last time. 


Sabtu, 18 April 2015

JEK

Well, I know. I know too well that I've already took so long time leaving this box. So many things left unsaid as well. But, I never run out of the things I want to spill. I just had a difficult situation on how I can get my solitude alone blissful time. I am sorry for the error grammar there. But, you know, That is the only way I can get my energy back. I need my alone time. I am a tacky conservative introvert bitch. Please, understand me. I am not sad, just want to be alone. 

I do sometimes having a hard time explaining to my good friends about this. They frequently consider myself mad or angry while I just want to be alone. When one of them reaches my point, the response still surprises me," Why are you like to be alone? it is sad, isn't it?". No, my good friend I am all fine, I am not sad or even mad. I just need to recharge myself by having alone time. 

Leave that one behind, then. I finally can have one right now. Just me and good books. That's it. Yeah, and wi-fi. 

Another part is, I kind of also have a disappointment. I had this over my own self. I hate it that I can't maintain (healthy) relationship towards somebody, (only with you, apparently). I can not and will not ever choose whose side I am going to be with. No. 

Why do I have to choose in the first place? 

Do I always have to choose to keep the relation?

I am not going to do choosing aside, never. But, that doesnt make me less care of you. I just do not want to involve on your cheesy love life drama. I dont want to be a part on what you and your insignificant other put. Shit, that's utterly stupid, if you may know. I disappointed that the point I tried to deliver, you threw away. You may also feel the same cause I shut the mouth up, knowing all this. 

The short is, if you need me, I still be here. I appreciate all the memories and sharing that made us closer. I am happy being friends with you. I like to discuss and talk with you. We cherished being a conservative introvert. But, I just dont want to involve on that stupid drama. 

Maybe you dont need those. It is alright, I can fully understand. 


May the happiness doesnt make you deaf and blind. I hope you OK wherever you are.